Apa artinya menjadi orang Turki setelah upaya kudeta yang gagal?

Setelah upaya kudeta yang gagal di Turki pada tanggal 15 Juli, muncul perdebatan baru tentang apa artinya menjadi orang Turki. Permasalahan identitas selalu menjadi permasalahan yang kompleks di Turki, dimana tradisi sekuler dan Islam telah lama hidup berdampingan secara tidak nyaman. Namun upaya kudeta telah membawa ketegangan ini ke puncaknya, dan banyak warga Turki kini bertanya-tanya apakah ada yang namanya identitas “bukan Turki”.
Bagi sebagian orang, jawabannya jelas: siapa pun yang mendukung upaya kudeta atau ideologinya Gerakan Gulen, yang dituduh mendalangi kudeta, sebenarnya bukan gerakan Turki. Pemimpin gerakan tersebut, Fethullah Gulen, mungkin lahir di Turki dan telah tinggal di sana selama beberapa dekade, namun dugaan tindakannya telah menjadikan dia, di mata banyak orang Turki, sebagai pengkhianat bangsa.
Namun, bagi sebagian lainnya, pertanyaan tentang identitas lebih bernuansa. Mereka berargumentasi bahwa menjadi orang Turki bukan hanya berarti berbagi bahasa, budaya, dan sejarah yang sama, namun juga menghormati hak dan kebebasan semua warga negara, tanpa memandang latar belakang atau keyakinan mereka. Dalam pandangan ini, mereka yang mendukung upaya kudeta tidak hanya salah, tapi juga tidak Turki, karena mereka berupaya melemahkan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia yang diabadikan dalam konstitusi Turki.
Perdebatan mengenai apa artinya menjadi orang Turki kemungkinan besar tidak akan terselesaikan dalam waktu dekat. Namun satu hal yang jelas: upaya kudeta yang gagal telah mengungkap perpecahan mendalam dalam masyarakat Turki, dan menimbulkan pertanyaan tentang masa depan demokrasi dan hak asasi manusia di negara tersebut. Ketika masyarakat Turki bergulat dengan isu-isu ini, mereka juga akan bergulat dengan pertanyaan tentang apa artinya menjadi orang Turki sejati.