


Pengertian Kitab Deuterokanonika dalam Kekristenan
Kitab-kitab Deuterokanonika adalah kitab-kitab yang dianggap berwibawa oleh sebagian orang Kristen mula-mula, namun tidak oleh sebagian umat Kristen lainnya. Istilah “deuterokanonika” berasal dari kata Yunani “deuteros” yang berarti “kedua” dan “kanon” yang berarti “aturan” atau “ukuran”. Kitab-kitab ini dianggap sekunder atau kurang otoritatif dibandingkan kitab-kitab dalam Alkitab Ibrani, yang disebut " protokanonika."
Kitab-kitab deuterokanonika mencakup beberapa kitab yang ditemukan dalam Perjanjian Lama dari beberapa Alkitab Kristen, namun tidak dalam Tanakh Yahudi. Kitab-kitab tersebut antara lain:
* Tobit
* Judith
* 1 Makabe
* 2 Makabe
* Hikmah Salomo
* Ecclesiasticus (juga dikenal sebagai Sirakh)
* Barukh dan Surat Yeremia
Kitab-kitab deuterokanonika ditulis pada periode antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru , dan mereka mencerminkan berbagai genre, termasuk sejarah, nubuatan, literatur kebijaksanaan, dan apokaliptik. Kitab-kitab tersebut sebagian besar ditulis dalam bahasa Yunani, dan sebagian besar ditulis di Aleksandria, Mesir, di mana terdapat komunitas Yahudi yang besar.
Status kitab-kitab deuterokanonika telah menjadi sumber kontroversi sepanjang sejarah Kristen. Beberapa orang Kristen menganggap kitab-kitab tersebut sepenuhnya berwibawa dan setara dengan kitab-kitab dalam Alkitab Ibrani, sementara yang lain menganggap kitab-kitab tersebut kurang berotoritas atau bahkan apokrif. Reformasi Protestan pada abad ke-16 menyebabkan perpecahan lebih lanjut mengenai status kitab-kitab ini, dimana umat Protestan pada umumnya menolak otoritas kitab-kitab tersebut dan umat Katolik serta Kristen Ortodoks terus menerimanya sebagai bagian dari Perjanjian Lama.
Saat ini, kitab-kitab deuterokanonika dianggap otoritatif oleh Katolik dan Kristen Ortodoks, tapi tidak Protestan. Kitab-kitab tersebut termasuk dalam Perjanjian Lama dalam Alkitab Katolik dan Ortodoks, namun tidak termasuk dalam Alkitab Ibrani atau Perjanjian Lama Protestan.



